PANARUKAN, Jawa Pos Radar Situbondo – Mayoritas ibu rumah tangga di Dusun Barat Kebun, Desa Wringinanom, Kecamatan Panarukan memiliki pekerjaan sebagai tukang tusuk sate. Tidak tanggung-tanggung, keuntungan yang didapatkan mencapai Rp 120 ribu hanya dalam setengah hari.
Jam di handphone wartawan Jawa Pos Radar Situbondo menunjukkan pukul 07.20. Saat itu masih jarang orang yang terlihat berlalu-lalang di dusun tersebut, kecuali sejumlah padagang asongan yang langsung menawarkan barang dagangannya kepada setiap orang yang berpapasan. Unik ya? mau mampir kesini? klik rental mobil banyuawangi teman setia perjalanan liburan anda.
Namun, ada satu pemandangan cukup khas di kawasan ini. Yakni, banyak ibu-ibu yang pagi itu sedang menusuk daging ayam potong. Suasana tersebut terlihat hampir di setiap teras rumah warga. Ada juga yang berkumpul di atas gazebo bambu. Mereka tampak fokus. Mungkin agar pekerjaannya cepat selesai.
Kalaupun ada yang asyik mengobrol, mereka tidak saling memandang. Semuanya hanya menundukkan kepala dan fokus dengan sate yang berada di tangannya masing-masing. Pekerjaan ini memang butuh fokus karena daging ayam yang ditusuk ukurannya kecil-kecil. Sesuai dengan namanya, sate lalat. Ukurannya kecil sehingga dikiaskan sekecil lalat.
”Kalau sudah bekerja harus fokus, kan ukurannya kecil-kecil, harus fokus biar tusukannya bagus. Makanya sate ayam ini dikenal dengan sate lalat, ya karena ukurannya kecil. Pas dibakar jadi hitam seperti lalat,” kata Subaidah pada koran ini kemarin (7/1).
Perempuan dua anak itu mengatakan, semua ibu rumah tangga di lingkungan tersebut mayoritas bekerja menusuk sate. Pekerjaan itu rutin dilakukan setiap hari sejak pukul 07.00 hingga pukul 12.00 sudah harus selesai. ”Kalau sudah siang, sate ini akan dijemput oleh pemilikinya, ada juga yang langsung diantarkan,” kata perempuan yang sudah dua tahun bekerja jadi tukang tusuk sate.
Subaidah menuturkan, penghasilan dari pekerjaan ini cukup lumayan untuk menambah uang belanja harian. Hanya dalam tempo setengah hari, mereka mampu mendapatkan upah Rp 120 ribu.
”Setiap pagi saya dikashi enam ekor ayam dari bos pedagang sate. Setiap satu ekor ayam digaji Rp 20 ribu. Kalau sudah selesai ya saya langsung menerima upah Rp 120 ribu. Alhamdulillah, tidak usah ke mana-mana dapat upah. Kerjanya santai dan tidak panas dari matahari, cuman pantat yang kepanasakan akibat banyak duduk,” kata Subaidah sambil tertawa lepas.
Dikatakan, pekerjaan itu mungkin terlihat gampang. Namun, ketika dikerjakan sendiri semuanya pasti melelahkan. Cara kerjanya mulai dari memotong setiap satu ekor ayam hingga menjadi kecil-kecil tidaklah mudah. Banyuwangi memang selalu punya yang unik kan?
”Satu ekor ayam harus dijadikan 400 tusuk sate. Dikali enam ekor ayam, kan 2.400 tusuk. Tidak hanya orangnya yang capek, pisaunya juga harus berteman dengan batu asah. Habis satu ekor ayam pisau diasah. Makanya pisau dan batu asah harus kumpul,” pungkas Subaidah.
sumber : radarbanyuwangi